Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2020

Menjadi Manusia : Kita Baik-baik Saja

“I lost my mom and my job, too. But, it’s okay.” Tukas Willy, teman lamaku saat kami mengobrol lewat whatsapp. Obrolan yang semula soal cinta dan mantan, akhirnya melebar kemana-mana. Kami berbagi cerita, berbagi saran dan nasihat tentang pernikahan yang padahal kami berdua masih jomblo. Menyenangkan sekali ketika kita bisa mengambil sesuatu dari perbincangan santai. Dan aku suka terlibat di dalamnya. “Hope things get better. Karena kita semua sedang tidak baik-baik saja,” balasku dengan perasaan yang aneh. Aku tahu, temanku itu sedang tidak baik-baik saja. Dia sedang hancur. “Iya, Gw mikir bukan cuma Gw yang lagi susah sekarang. Gw bersyukur masih ada rumah buat tidur.” Katanya lagi. Aku bisa menangkap, tidak hanya sebuah rumah saja yang Willy syukuri, tetapi juga para sahabat yang juga selalu mengelilingi. Saat itu, aku sadar. Saat segala hal sedang tidak baik-baik saja, ada hal-hal lain yang patut kita syukuri. Dan itu membuat kita baik-baik saja. *** Esoknya matahari me...

Menjadi Manusia : Kita Sedang Tidak Baik-baik Saja

Rabu, 27 Mei 2020 kemarin adalah hari di mana akhirnya setelah kurang lebih tiga bulan diam di rumah saja, aku keluar rumah dengan jarak yang cukup jauh : Jakarta. Ada rapat penting yang harus dihadiri. Kalau boleh aku bilang, cukup darurat. Saat tiba di stasiun, kutatap langit. Langit cerah biru. Awan menggantung menghias langit. Udara cukup baik. Bersih. Namun, suasana stasiun sepi. Ada tiga orang polisi yang berjaga di sana. Para petugas menggunakan face shield . Ada pengukuran suhu tubuh digital. Aku kembali menghampiri Commuter Vending Machine untuk mengisi ulang kartu KMT yang saldonya tinggal Rp3000 saja. Aku kembali melewati mesin tapping . Kulihat ada beberapa wastafel berjejer yang sebelumnya tidak ada samasekali, kecuali di toilet. Dan aku menyempatkan diri untuk mencuci tangan sebelum akhirnya melangkah menuju peron.   Saat kereta melaju, perasaanku aneh. Gugup sekali. Laiknya baru pertama kali naik kereta. Pikiranku sibuk dengan dunianya. Tak terasa, mataku berkac...

Menjadi Manusia : Lupa dan Kisah-kisah di Dalam Kereta

1 Aku barangkali sudah lupa bagaimana rasanya berlari mengejar kereta yang dijadwalkan berangkat lebih dulu. Namun, sayangnya ketika sudah di depan kereta yang dituju, pintunya sudah tertutup. Terlambat satu/dua detik begitu berharga. 2 Aku juga barangkali sudah lupa bagaimana suara sang masinis dari ruangannya, atau suara wanita yang bisa diputar otomatis oleh masinis mengumumkan sesuatu. Memperingati ini dan itu saat berada di dalam kereta.   3 Aku juga barangkali sudah lupa bagaimana suara decitan rel yang beradu dengan roda kereta. Atau, suara kereta yang tiba-tiba hingga memekakkan telinga. 4 Aku juga barangkali sudah lupa bagaimana rasanya berdesakkan dengan penumpang kereta lain pada jam sibuk. Terhimpit tubuh orang lain dari segala penjuru, kecuali atas dan bawah (saat itu aku membayangkan bagaimana tersiksanya orang-orang zaman penjajahan dulu saat mereka harus dipenjara oleh penjajah di ruang super sempit dalam posisi berdiri berbaris dan diisi oleh beberapa...

Menjadi Manusia : Membasuh

Kabar tentang dikabulnya doa Lumba-lumba A segera tersebar. Maka, flamingo di Albania sana, singa-singa di Afrika sana, para babi rusa di Israel sana, dan mungkin seluruh hewan di muka bumi, berdoa yang sama. Tuhan Yang Maha Pemurah pun mengabulkan tanpa terkecuali. Para hewan merayakan kebebasan penuh suka cita. Mereka turun ke kota, ada yang kembali memenuhi taman nasional, ada pula yang memilih rebahan di jalanan. Momen ini adalah hari raya para hewan atau hari kemerdekaan mereka atas kebebasan yang tanpa sadar telah dirampas. *** Aku mengira, jauh sebelum pandemi ini terjadi, ada yang tekun berdoa setiap waktu—selain para hewan. Mereka lirih melangitkan kidung doa tanpa jeda. 1 Doa masjid kepada Allah : “Ya Tuhan, setiap hari aku ramai dikunjungi. Aku rumah suci. Tempat manusia (yang seharusnya) menghamba padaMu. Tempat manusia menuhankan Engkau. Tempat manusia mengakui bahwa mereka begitu kerdil, lemah, dan tanpa daya. Namun, kenapa aku selalu merasa tidak suci ketika mereka mengi...

Menjadi Manusia : Lumba-lumba yang Berdoa

Banyak praduga berkelindan di kepalaku. Masih bertanya mengapa semuanya terjadi. Dan mungkin ini karena Yang Maha Adil telah mengabulkan doa yang lain. Yang tak pernah kita dengar karena serakah yang meraja. Pada suatu waktu, di lautan, para lumba-lumba sedang asyik mengobrol. Lumba-lumba A : Kalian tahu tentang sebuah kota bernama Istanbul? Kota yang kaya akan peradaban. Sebuah kota yang terbentang di dua benua. Kudengar kota itu indah sekali. Kata seseorang yang entah siapa, Istanbul adalah ibukota dunia. Aku ingin sekali ke sana. Berenang-renang. Membuktikan sendiri apakah yang kudengar itu benar atau tidak. Lumba-lumba A nampak berhayal. Pikirannya terbang ke sebuah kota impiannya.   Lumba-lumba B yang menyimak mulanya membenarkan. Namun, beberapa detik kemudian air wajahnya berubah. Murung. Ia berenang sedikit menjauh. Lumba-lumba B : Hmmm, aku pernah hampir tiba di sana. Namun, tempat itu tak ubahnya sebuah tempat penuh teror. Makhluk macam kita tak perlu datang ...

Menjadi Manusia : Penjara

Suatu malam, aku dan kamu pergi tidur sambil berharap esok hari akan lebih baik dari hari ini. Tapi kemudian, kita malah terbangun di suatu pagi yang samasekali asing. Seperti terlahir kembali di dunia yang berbeda. Namun, kenyataannya kita masih ada di bumi. Matahari masih muncul dari timur dan tenggelam di barat. Bumi masih beratap langit. Meski begitu, semuanya terasa membingungkan. Semua berubah dalam sekejap mata. Tanpa aba-aba. Seolah dunia tidak memberikan waktu barang sedetik pun. Atau mungkin sebenarnya dunia sudah memberikan, tetapi kita saja yang abai. Tidak peka. Acuh. Sebab merasa semuanya akan baik-baik saja. Lalu aku dan kamu tersadar. Di sinilah sekarang kita berada. Di sebuah penjara terbesar yang pernah ada dalam sejarah. Mulanya, kita adalah seorang tahanan negara, berubah menjadi tahanan provinsi, berlanjut menjadi tahanan kota, dan berakhir menjadi tahanan rumah. Tak ubahnya seorang kriminal yang dijebloskan ke dalam ruang berjeruji. Barangkali kita semua meman...

Menjadi Manusia : Tentang Kehilangan

Hari ini, Jumat tanggal 15 Mei 2020 aku mendapatkan dua kabar duka . Pertama, ayah dari rekan kerjaku meninggal dunia. Entah sakit apa. Tetapi, yang pasti ialah itu sudah kehendak Tuhan. Beberapa jam kemudian, saat mata terbuka dari tidur siang, kucek ponselku. Beberapa pesan dari whatsapp masuk. Salah satunya dari seorang teman mengabarkan bahwa ibu dari teman kami meninggal. Beberapa waktu lalu pernah dirawat karena batu ginjal. Kemudian dipulangkan setelah dinyatakan sembuh. Namun, ternyata beliau kembali dibawa ke rumah sakit. Sempat muntah darah. Dan akhirnya, hari ini Yang Kuasa menjempunya pulang. Aku mengerti bagaimana rasanya ditinggal orang tersayang. Aku pernah mengalaminya saat takdir menjemput Nenek tahun 2017 silam. Aku dan keluarga sudah tahu, waktunya semakin dekat. Namun, Sebaik-baik apa pun persiapannya, kita tidak akan pernah siap untuk kehilangan. Kalau iya, kenapa harus ada duka? Kenapa harus ada air mata? Perpisahan dengan Nenek   adalah bentuk dari kehilang...