Langsung ke konten utama

Menjadi Manusia : Lupa dan Kisah-kisah di Dalam Kereta


1

Aku barangkali sudah lupa bagaimana rasanya berlari mengejar kereta yang dijadwalkan berangkat lebih dulu. Namun, sayangnya ketika sudah di depan kereta yang dituju, pintunya sudah tertutup. Terlambat satu/dua detik begitu berharga.

2

Aku juga barangkali sudah lupa bagaimana suara sang masinis dari ruangannya, atau suara wanita yang bisa diputar otomatis oleh masinis mengumumkan sesuatu. Memperingati ini dan itu saat berada di dalam kereta.  

3

Aku juga barangkali sudah lupa bagaimana suara decitan rel yang beradu dengan roda kereta. Atau, suara kereta yang tiba-tiba hingga memekakkan telinga.

4

Aku juga barangkali sudah lupa bagaimana rasanya berdesakkan dengan penumpang kereta lain pada jam sibuk. Terhimpit tubuh orang lain dari segala penjuru, kecuali atas dan bawah (saat itu aku membayangkan bagaimana tersiksanya orang-orang zaman penjajahan dulu saat mereka harus dipenjara oleh penjajah di ruang super sempit dalam posisi berdiri berbaris dan diisi oleh beberapa orang tanpa ada ruang untuk duduk) . Dorong sana-sini. Geser sana-sini. Berebut kursi kosong. Menyaksikkan tubuh yang memaksakan masuk padahal kereta sudah penuh, tidak ada ruang lagi. Berdiri di bawah ketiak orang yang lebih tinggi darimu. Dimintai atau meminta tolong mengambilkan barang yang tesimpan di rak bagasi. Kata-kata “permisi”, “maaf”, “terima kasih”,  “turun di mana?”, dan “boleh tukar?” yang diucapkan setiap kali ada yang hendak turun di stasiun selanjutnya.  Ditegur oleh petugas kereta berseragam biru dongker karena duduk di pojokan atau makan di dalam kereta. Menyaksikan petugas membangunkan orang-orang yang pura-pura tidur untuk meminta kursi prioritas. Menerima wajah masam dari penumpang sebelah yang entah kenapa padahal cuma diminta geser sedikit. Barangkali harinya kala itu kurang baik. Entah di rumah, di perjalanan, atau di kantor yang kebetulan hari itu ia sedang tertimpa kesialan. Tapi sebenarnya, bukan berarti kita yang harus menerima ganjaran yang samasekali tidak kita lakukan.  Bukankah itu tidak adil?

5

Aku juga barangkali sudah lupa bagaimana rasa leganya saat keluar dari kereta pada jam sibuk. Bisa bernapas tanpa hambatan.

Satu hal yang kupelajari saat menjadi seorang anker (anak kereta) : belajar mengalah dan menahan emosi, belajar berbesar hati, belajar sopan santun, belajar memanusiakan manusia, belajar untuk adil dan tidak egois, belajar untuk cepat, serta berstrategi. Sebab naik kereta di jam sibuk adalah sebuah seni yang memang harus dipelajari.  Tidak percaya? Coba saja...


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kebahagiaan Bertumpu pada Sate Ayam Madura

Perbedaan adalah keniscayaan. Setiap orang punya definisi tentang sesuatu yang berbeda. Contohnya, bagi si A sukses itu bisa bangun di pagi hari tanpa mematikan alarm lagi. Menurut si B, sukses itu ketika dia bisa punya gaji dua digit. Definisi sukses menurut si A dan si B itu tidak salah. Dua-duanya valid menurut pendapat masing-masing. Pada suatu hari, aku bersama lima temanku terlibat dalam sebuah percakapan dengan seorang laki-laki dari generasi boomers. Laki-laki itu mulanya bertanya satu per satu tentang pekerjaan kami. Oh ya, kebetulan aku dan empat temanku (kecuali satunya), belum menikah, kebetulan juga kami masih single. Laki-laki tua itu seolah mengasihani kami. Pertama karena gaji kami belum mentereng (padahal salah satu dari kami itu ada yang sudah punya usaha sendiri dan mampu beli mobil). Kedua, tentu saja karena kami masih single. Status single seolah-olah adalah sebuah petaka bagi si generasi boomers itu. Dan aku rasa, banyak juga generasi boomers berpikir hal yang sam...

Big Why

Punya "why" dalam hidup itu penting, gw rasa. Sebab ketika lu sudah tahu jawaban dari why yang lu punya, itu berarti lu sudah tahu tujuan lu. Oh, ya, "why" atau "big why" ini adalah oleh-oleh dari sebuah live instagram yang gw lakukan saat memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia tanggal 5 Juni 2023 lalu. Dalam live itu, gw bersama dua narasumber ngobrolin seputar sampah yang kian hari makin mengerikan. Kalau gw simpulkan, kita perlu tahu big why kita ketika hendak melakukan sesuatu.  Meski konteks ini sedang membicarakan sampah, tapi gw rasa bisa ditarik ke dalam ranah kehidupan yang lebih luas. Ini menjadi hentakan spesial buat gw. Selama ini gw kerap memulai melakukan sesuatu, tapi kandas di tengah jalan. Entah gw belum menemukan alasan yang jelas terkait dengan tujuan dari apa yang gw lakuin atau memang mental dan motivasi gw masih lembek, alias masih ogah-ogahan. Omong kosong belakang. Contoh sederhananya, gw kerap ditanya ketika ngobrol random deng...

KOLAK PISANG NAIRA oleh Fitri Nurul Aulia

Waktu sudah menunjukkan pukul enam tiga puluh sore ketika aku dan kelima temanku baru saja keluar dari kantor. Artinya, sekitar tiga puluh menit lagi menuju adzan maghrib untuk berbuka puasa. Sambil berjalan cepat, sesekali aku melirik jam tangan hitam yang melingkar di pergelangan tangan kiriku. “Sepertinya kita akan buka di jalan nih.” Kataku pada teman-teman. “Iya juga ya,” kata Raihan, salah satu temanku. Kami berhenti di sebuah taman kota, kemudian kami duduk di sebuah bangku kayu panjang. Aku sapu pandanganku mencari santapan untuk berbuka. Aku menyeringai senang, “Di sana ada bazar ramadhan tuh! Bagaimana kalau aku kesana?” Aku menatap sebuah tenda putih memanjang di seberang jalan. Teman-teman mengiyakan tawaranku. Aku segera melesat menuju bazar ramadhan di seberang jalan sana. Ketika sampai, aku celingak-celinguk, semua makanan sudah habis terjual. Sedikit kecewa. Aku putar pandanganku menatap teman-teman yang sedang menunggu di seberang jalan sana, berharap aku kembali ...