Membuka percakapan lama, membuat pikiranku berkelana. Namun setelahnya, aku ditampar habis-habisan dengan kenyataan. Dadaku kembali sesak. Kepala kembali berdenyut. Leher seperti ada yang mencekik. Mataku terasa panas. Dion akan segera menikah. *** Aku yang sedang kosong saat itu, menerima kehadiran Dion dengan mudah. Sebagai teman. "Temenin aku keliling Bogor, dong? Sejak tiba di Bogor, aku belum kemana-mana." Pintanya. Aku setuju begitu saja. Baiklah. Dia amat menyedihkan begitu. Tidak punya siapa-siapa di sini dan jauh dari orang tua. Tunggu dulu, apa? Keliling Bogor? Aku anak rumahan, kan. Tapi ya sudahlah. Kubawa dia ke tempat yang aku tahu saja. Kenyataannya, yang dia kunjungi pertama kali setelah kami berjumpa adalah rumahku. Dia datang dengan membawa beberapa camilan dari sebuah minimarket. Sungguh lelaki yang berani dan percaya diri. Sebelumnya, telah kuceritakan pada orang tuaku soal Dion ini. Mereka tidak mempermasalahkan...