Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari April 11, 2016

8 PM oleh Fitri Nurul Aulia

Arnold merapatkan mantel coklatnya yang tebal. Walau tubuhnya berada di dalam bus merah dan dibalut dengan busana tebal, udara musim dingin masih saja mampu menyelinap masuk ke dalam bus. Ia menyandarkan tubuhnya sambil sesekali melirik jam   raksasa yang menjadi ikon kebanggan negaranya, Inggris—yang tepat berada di depan bus. Big ben menunjukkan pukul delapan kurang lima belas menit. Arnold terdiam melihat suasana hening di dalam bus yang dihuni sekitar lima belas orang saja. Semua orang berpakaian tebal seperti dirinya. Bus berlari dengan kecapatan sedang memasuki jembatan yang membelah sungai Thamses. Lalu lintas di luar sana lumayan lengang. Arnold memperhatikan seorang gadis yang tidak dikenlanya sedang tertidur pulas disampingnya. Lalu Arnold membuang muka menatap sungai Thames yang mulai membeku memantulkan cahaya dari kelap-kelipnya lampu-lampu kota. Dia tersenyum. Ah... bukankah London itu kota terindah yang pernah ada? Kota ini benar-benar membuatku selalu terseny...

SEPIRING NASI PUTIH DAN DUKA DARI PESHWAR

SEPIRING NASI PUTIH DAN DUKA DARI PESHWAR (Dua Renungan dalam Sekali Waktu) Oleh : Fitri Nurul Aulia SEKITAR pukul tujuh p erutku sudah enggan kuajak kompromi. Kuputuskan untuk keluar dari kamar lalu berlalu ke meja makan kemudian menyiuk sepiring nasi putih. Kuraih sendok dari tempatnya. Ya, hanya sepiring nasi putih saja. Padahal Ibuku sudah memasak lauknya sebagai pelengkap nasi. Ada telur dan tahu   balado sudah tersedia. Namun, entah mengapa aku tak meliriknya. Aku termenung sekejap memikirkan sesuatu. Bagaimana kalau kali ini aku makan sepiring nasi putih saja tanpa lauk ? Aku ingin merasakan bagaimana mereka yang di luar sana makan seadanya , bahkan tidak makan samasekali. Sekalipun nasi saja. Aku akui, hambar rasanya. Patutlah kita yang senantiasa makan dengan 4 sehat 5 sempurna, harus selalu bersyukur. Aku tak kuasa membayangkan mereka yang tak makan berhari-hari. Sambil menikmati makan malam yang tanpa lauk itu, tangan kananku sibuk dengan handphone - ...

FILOSOFI KETIKA HUJAN TURUN Oleh : Fitri Nurul Aulia

Dua puluh tahun yang lalu... Raihan, anak laki-laki berusia delapan tahun itu diam saja. Pipinya mengembung. Cemberut. Kedua tangannya ia lipat di bingkai jendela yang terbuka. Bingkai jendela itu nampak sudah berlubang di setiap sudutnya. Kayunya sudah rapuh dimakan rayap. Mata Raihan terus memandang lurus ke luar. Ke arah lapangan kecil, di depan rumah biliknya. Beberapa anak laki-laki seumurannya terlihat begitu asyik bermain bola. Mengoper bola ke sana-ke mari. Raihan bukan tak suka bermain bola. Semua anak laki-laki suka bermain bola. Termasuk dirinya. Lagi pula, bermain bola adalah hal yang menyenangkan bagi anak-anak seusianya.   Raihan sebenarnya ingin sekali bergabung. Namun, kehadiran Adit--teman sekelas sekaligus tetangganya--di sana, seolah menjadi penghalang buatnya untuk ikut bermain. Ah, bukan! Tapi Raihan terlalu benci pada Adit! Raihan terlalu marah pada Adit! Tiba-tiba, tetesan-tetesan air langit jatuh bersamaan. Memebasahi semuanya. Hujan turun. Dera...