Rupanya Dion tak hanya mengirimkan undangan pernikahannya kepadaku, akan tetapi juga pada orangtuaku. Iya, sedekat itu. Pernah suatu kali aku menemukan chattingan dia dan ibuku. Bertukar kabar dan perihal obrolan remeh. Iya, sedekat itu. *** Sore itu, sebuah pesan WhatsApp kuterima dari kakak perempuanku. Ia memberitahu bahwa Nenek sedang kritis. Aku disuruh segera pulang. Sambil menunjukkan pesan WhatsApp dari Kakak, ku meminta izin untuk pulang lebih awal. Aku tahu. Isyarat perpisahan sudah semakin jelas. Namun, serapi apapun, sepaham apa pun, perpisahan selalu berhasil merobohkan tembok hati. Selalu ada air mata. Entah itu yang benar jatuh dari pelupuk mata, atau jatuh tepat di dalam dada. Setiba di rumah Nenek yang bisa ditempuh lima menit jalan kaki, aku segera menghampiri tubuh Nenek yang berbaring tak berdaya. Kurus. Mata terpejam. Namun, masih ada helaan napas di sana. Meskipun tersenggal-senggal. Anggota keluarga sudah berkumpul di sana. Mengerubungi tubuh Nenek. Ada yang ...