Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2019

CATATAN MENUJU 23 (Bagian 7 – Selesai)

  Bukan Sebuah Akhir Fitri Nurul Aulia Hari itu Jumat tanggal 16 Februari tahun 1996, bulan Ramadhan, beberapa hari menuju Idul Fitri. Pagi hari kira-kira pukul tujuh tangisan pertamaku menggelegar. Setelah mendengar cerita Ibu, barangkali seharusnya aku tidak dilahirkan pada tanggal tersebut. Ibu disuntik induksi. Aku dipaksa keluar dari rahim Ibu. Katanya, kalau tidak segera dilahirkan, aku terancam meninggal dalam kandungan. Alasannya karena bobot berat badanku kurang. Saat bercerita Ibu lupa-lupa ingat. Tapi berkali-kali Beliau bilang disuntik induksi itu sangat menyakitkan. Sakitnya melebihi lahiran normal. Diantara anak-anaknya yang lain, akulah yang paling menyusahkan, paling membuat Ibu payah. Dua adikku keluar tanpa hambatan. Kalau kakak, aku kurang tahu. Tapi faktanya memang aku yang paling berbeda dari bayi hingga sekarang. Waktu kecil, aku sering sakit-sakitan, hingga pernah absen dari sekolah selama dua minggu. Tingkahku juga banyak. Aku per...

CATATAN MENUJU 23 (Bagian 6)

Aku Akan Menikah Ibu, Aku Akan Jatuh dan Membangun Cinta, Kemudian Menikah Ibu pernah mempertanyakan kenormalanku sebagai seorang perempuan ketika mengobrol bersama tetangga. Ia khawatir sebab aku tidak pernah terlihat dekat dengan lelaki, begitu katanya. Kutanggapi dengan tawa yang menggelegar. Ya ampuuuunnn. Dan ini tidak sekali saja terjadi. Aku normal, Bu.... Bu, selama ini aku dekat dengan lelaki, aku punya teman-teman lelaki. Berteman dengan batas yang sewajarnya saja. Sama hal seperti aku punya teman-teman perempuan. Kuakui pernah punya rasa suka pada lelaki. Tidak hanya sekali, tapi beberapa kali. Sayangnya perasaan itu tidak berlangsung lama. Tiga hari kemudian sudah normal seperti biasa. Satu minggu kemudian hempas entah ke mana. Satu bulan kemudian kembali ke titik awal. Mereka bilang cinta tidak begitu. Itu hanya sekadar rasa kagum. Mengagumi seseorang tentu sah-sah saja, bukan? Temanku bernama Shofy juga bilang bahwa itu bukanlah yang dina...

CATATAN MENUJU 23 (Bagian 5)

  Sebuah Renungan Diri Tentang Seorang Pengecut yang Bermimpi Besar Suatu hari teman SMA bernama Fikriyyah pernah bilang sesuatu padaku, “Fitri, motivasinya luar biasa. Gak kendor-kendor. Gimana ya biar semangatnya kayak kamu?” Waktu itu aku sedang semangat-semangatnya mendaftar beasiswa S1 ke Turki. Ah, Fik...   Lalu Seli, teman kuliahku pernah “cemburu” padaku sebab aku punya impian—yang bagiku itu—besar. Ah, Sel... Aku tidak sehebat itu. Aku payah. Yang ingin kukatakan adalah bahwa orang yang kalian puji itu tak ubahnya seorang pengecut. Orang yang kalian puji punya banyak sekali ketakutan dan keraguan di dalam dirinya. Segala impian itu seperti sebuah tirai untuk menutupi siapa diriku. Nyaliku kecil sekali untuk mengubah semua jadi nyata. Aku telah kalah sejak dulu. Dan sayangnya raga ini terlampau menikmatinya.   Mengkerdilkan diri sendiri dan meringkuk di zona nyaman. Disaat yang bersamaan, tangan ini tidak mau melepaskannya. Mi...

CATATAN MENUJU 23 (Bagian 4)

  Rencana Dia Begitu Ajaib : Jawaban (Perjalanan Menuju Sebuah Nama di Sampul Depan Buku) Jangan Jauhkan Aku dari Buku Tidak menyesal rasanya memutuskan bergabung menjadi relawan di taman baca Cinta Baca. Selain menjadi guru PAUD, banyak pengalaman lain yang aku dapatkan; bertemu dan berkomunikasi dengan orang asing, menjadi pembawa acara di sebuah acara besar,   terlibat di berbagai acara, mengikuti pelatihan, hingga menjadi salah satu story teller di acara soft launching perpustakaan tersebut sewaktu selesai direnovasi. Pada kesempatan lain, aku turut terlibat dalam pekerjaan automasi buku-buku yang masuk ke perpustakaan. Sederhananya mengkategorikan buku-buku sesuai genrenya. Sebut saja sebagai pustakawan. Aku dengar bidang ini ada jurusannya di sebuah universitas ternama di Indonesia. Alhamdulillah, aku bisa belajar dan mempraktikannya langsung secara cuma-cuma di Cinta Baca (kepada Miss Clara, terima kasih atas bimbingannya selama ini).   ...

CATATAN MENUJU 23 (Bagian 3)

Rencana   Dia Begitu Ajaib : Seni Seviyorum (Sebuah Kisah Sedih di Masa Lalu) naskah asli dari Seni Seviyorum yang sudah dimakan rayap Percakapan beberapa minggu yang lalu. Kakak   : Novel kemarin gak sekalian di terbitkan juga? Aku         : Novel jelek begitu. Harus dirombak ulang. Dan harus research dulu. Menyesuaikan dengan keadaan Turki sekarang, lah.... Ibu          : Yaudah, sana ke Turki. Aku         : (Dalam hati: duitnyaaaaa) *** Target untuk menerbitkan buku mulai muncul seiring perjalananku menulis sebuah novel bergenre religi. Sekitar tahun 2011 (kelas 10 SMA) kumulai iseng menulis kisah cinta antara Fadhil Alver dan Sela Annisa. Tanpa rencana. Tanpa outline. Semua seperti mengalir begitu saja. Ilhamnya sederhana bahkan boleh jadi sepele, yaitu dari lagu Maher Zain “For the Rest of My Life”. Kuberi judul novel itu sama se...

CATATAN MENUJU 23 (Bagian 2)

Rencana Dia Begitu Ajaib – Bukan seorang guru, tapi penari! Cita-citamu apa waktu SD dulu? Di sela-sela jam istirahat ini pelan-pelan kukerahkan pikiran menuju masa lalu. Ramai teman-temanku dulu yang bilang bahwa   mereka ingin menjadi guru (kebanyakan kaum hawa). Seorang g uru? Yang benar saja! Aku tak mau. Menjadi guru adalah pekerjaan yang merepotkan di pikiranku waktu itu. Bayangkan, kau harus mengatur anak-anak kecil, membuat mereka duduk diam menyimak penjelasanmu , dan tentu saja harus memberikan nilai dan mengisi raport untuk setiap anak. Duh! Baru membayangkan saja aku sudah bergidik. Enggan sekali rasanya berurusan dengan anak-anak kecil! Kataku waktu itu. Dan benar, cita-cita untuk menjadi guru tidak pernah terbesit dalam benak hingga menginjak bangku kuliah . Lalu apa cita-citamu? Penari. Iya, itu cita-citaku sewaktu SD dulu. Aku suka menari. Jika yang lain menganggapnya sebuah beban sewaktu diberikan tes menari, maka bagiku itu merupakan s...

CATATAN MENUJU 23 (Bagian 1)

Mengenang Dulu dan Sekarang Waktu masih kecil, perasaan akan meletup-letup bak kembang api kalau sudah masuk bulan Februari, bulan di mana aku berulang tahun. Meski belum pernah dirayakan, rasanya bagi bocah ingusan, ulang tahun itu adalah sesuatu yang istimewa. Ada doa-doa yang bertaburan. Tak peduli bahwa sebenarnya tanggung jawab, masalah dan rintangan hidup juga kian bertambah. Waktu masih SD, aku pernah sengaja minta ditraktir pada Bapak jajan di swalayan. Jajan makanan ringan, memilih apa saja yang aku mau asal tidak memberatkan kantong Bapak. Dunia begitu sederhana di kepala seorang anak kecil—aku—waktu itu. Bermain hujan-hujanan atau kotor-kotoran menjelang sore, pergi mengaji setelah ashar bersama teman-teman, mencari keong di sawah yang nantinya dimasak oleh Ibu, atau bermain tanpa bilang-bilang hingga lupa waktu, dan ketika pulang dimarahi Ibu. Lalu esoknya seperti tidak pernah terjadi apa-apa. Sesederhana itu. Kalau bertengkar dengan teman main hari itu, esokn...