Langsung ke konten utama

Patah - Lagu Kehilangan - Episode 2

 



Mataku meninggalkan jejak kesedihan semalam.


Lagu-lagu tentang cinta yang seharusnya membuat orang yang mendengar dibuai asmara, berubah menyedihkan. Semua liriknya mengundang duka sebab tidak seperti yang diharapkan. Sedangkan lagu-lagu tentang patah hati terdengar semakin suram. Setiap kata dalam liriknya menguarkan aroma kematian. Maafkan jika aku berlebihan. Yang sedang patah hati memang seringnya menjadi seorang yang paling menderita, berubah menjadi aneh dan bodoh dengan segala tingkahnya. 


Aku membalas sekenanya saat Dion mengirim undangan lewat WhatsApp kemarin. Memberikan doa dan selamat, serta tersenyum. Lebih tepatnya pura-pura tersenyum. Sungguh melelahkan bukan ketika kau harus berpura-pura? 


"Jangan lupa hadir, ya. Sekalian kamu bisa travelling." Balas Dion dengan menambahkan emoticon senyum di ujung pesannya. 

Aku tidak lagi membalas apa-apa. 


Meski sedang patah, hidup harus tetap berlanjut. Aku harus kembali bekerja. Sambil menunggu mobil temanku datang (aku berangkat kerja dengan menumpang di mobilnya bersama dua teman lainnya), aku duduk di sebuah halte. Aku menatap pilu pada sebuah jam digital raksasa yang menempel di ujung atas bangunan sebuah hotel. Jam itu berkedip-kedip hampir menunjukkan pukul delapan pagi. 


Ah hotel itu, jam itu.... Semuanya memiliki kenangan sejak 2018 silam. Dan tanpa sadar kurawat setiap kali melewatinya. Terutama sebuah tempat di seberang hotel itu; terminal bus Damri. 


Mataku berkaca-kaca. Menahan tangis. Ketika pertahanan jebol, aku hanya mampu pura-pura mengucek mata karena kelilipan debu jalanan atau pura-pura menguap. Orang-orang pasti akan menatapku aneh jika mereka menemukan seorang gadis tengah menangis di sebuah halte pagi-pagi. 


Saat temanku tiba dengan mobilnya, aku segera duduk di bangku paling belakang. Sendirian. Bagus! Aku tidak ingin "diganggu".


Di perjalanan menuju Ibu Kota, aku diam seribu bahasa. Mulutku terkunci otomatis. Berputar sebuah lagu di telingaku. Liriknya sungguh sembilu. Ya, sebuah lagu kehilangan, patah hati, atau semacamnya. Itulah salah satu kebodohan orang yang patah hati. Mereka gemar membuat hatinya semakin tersayat. Sambil menyandar pada kursi mobil, kusangga kepala dengan lengan mengepal. Pandangan mengarah pada langit. Awan menggantung yang terkadang membuat langit menjadi suram. 


And now your song is on repeat

And I'm dancin' on to your heartbeat

And when you're gone, I feel incomplete

So if you want the truth


Lagu yang sedang didengarkan mengundang segala kenangan. Mataku berkaca-kaca lagi. Kepala terasa sakit karena berusaha menahan tangis. Leher seperti ada yang mencekik. 


I just wanna be part of your symphony

Will you hold me tight and not let go?

Symphony

Like a love song on the radio

Will you hold me tight and not let go?*)


Air mata menetes. Aku tak pernah menjadi sebuah simfoni dalam kehidupannya. 

Ya Allah... sakit sekali. 



*) Symphony - Clean Bandit ft. Zara Larsson


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kebahagiaan Bertumpu pada Sate Ayam Madura

Perbedaan adalah keniscayaan. Setiap orang punya definisi tentang sesuatu yang berbeda. Contohnya, bagi si A sukses itu bisa bangun di pagi hari tanpa mematikan alarm lagi. Menurut si B, sukses itu ketika dia bisa punya gaji dua digit. Definisi sukses menurut si A dan si B itu tidak salah. Dua-duanya valid menurut pendapat masing-masing. Pada suatu hari, aku bersama lima temanku terlibat dalam sebuah percakapan dengan seorang laki-laki dari generasi boomers. Laki-laki itu mulanya bertanya satu per satu tentang pekerjaan kami. Oh ya, kebetulan aku dan empat temanku (kecuali satunya), belum menikah, kebetulan juga kami masih single. Laki-laki tua itu seolah mengasihani kami. Pertama karena gaji kami belum mentereng (padahal salah satu dari kami itu ada yang sudah punya usaha sendiri dan mampu beli mobil). Kedua, tentu saja karena kami masih single. Status single seolah-olah adalah sebuah petaka bagi si generasi boomers itu. Dan aku rasa, banyak juga generasi boomers berpikir hal yang sam...

Big Why

Punya "why" dalam hidup itu penting, gw rasa. Sebab ketika lu sudah tahu jawaban dari why yang lu punya, itu berarti lu sudah tahu tujuan lu. Oh, ya, "why" atau "big why" ini adalah oleh-oleh dari sebuah live instagram yang gw lakukan saat memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia tanggal 5 Juni 2023 lalu. Dalam live itu, gw bersama dua narasumber ngobrolin seputar sampah yang kian hari makin mengerikan. Kalau gw simpulkan, kita perlu tahu big why kita ketika hendak melakukan sesuatu.  Meski konteks ini sedang membicarakan sampah, tapi gw rasa bisa ditarik ke dalam ranah kehidupan yang lebih luas. Ini menjadi hentakan spesial buat gw. Selama ini gw kerap memulai melakukan sesuatu, tapi kandas di tengah jalan. Entah gw belum menemukan alasan yang jelas terkait dengan tujuan dari apa yang gw lakuin atau memang mental dan motivasi gw masih lembek, alias masih ogah-ogahan. Omong kosong belakang. Contoh sederhananya, gw kerap ditanya ketika ngobrol random deng...

KOLAK PISANG NAIRA oleh Fitri Nurul Aulia

Waktu sudah menunjukkan pukul enam tiga puluh sore ketika aku dan kelima temanku baru saja keluar dari kantor. Artinya, sekitar tiga puluh menit lagi menuju adzan maghrib untuk berbuka puasa. Sambil berjalan cepat, sesekali aku melirik jam tangan hitam yang melingkar di pergelangan tangan kiriku. “Sepertinya kita akan buka di jalan nih.” Kataku pada teman-teman. “Iya juga ya,” kata Raihan, salah satu temanku. Kami berhenti di sebuah taman kota, kemudian kami duduk di sebuah bangku kayu panjang. Aku sapu pandanganku mencari santapan untuk berbuka. Aku menyeringai senang, “Di sana ada bazar ramadhan tuh! Bagaimana kalau aku kesana?” Aku menatap sebuah tenda putih memanjang di seberang jalan. Teman-teman mengiyakan tawaranku. Aku segera melesat menuju bazar ramadhan di seberang jalan sana. Ketika sampai, aku celingak-celinguk, semua makanan sudah habis terjual. Sedikit kecewa. Aku putar pandanganku menatap teman-teman yang sedang menunggu di seberang jalan sana, berharap aku kembali ...