Langsung ke konten utama

Patah - Es Krim - Episode 9


 

Rasanya, aku ingin melarikan diri barang sejenak dari kota ini. Dan pernah terbesit dalam benakku untuk melakukan itu. Namanya, aku rasa itu bukan keputusan yang bijak. Sebab, sejauh apa pun melangkah, aku akan tetap terluka. Semuanya tidak akan berpengaruh apa-apa jika aku tak menyelesaikan masalahku terlebih dahulu. Iya, masalah itu ada di dalam diriku, di dalam hatiku yang dengan suka rela kubawa kemana pun raga bergerak. 


Pada suatu pagi, aku menemukan pantulan diriku di sebuah cermin berbingkai warna merah muda. Kucermati sosok yang ada di sana. Dia begitu menyedihkan. Senyum hilang. Wajahnya redup tidak ada aura. Kusut sekali. Yang tampak, hanyalah guratan-guratan kesedihan. Aku melihat orang lain di sana. Bukan Ila yang selama ini aku kenal. Ceria, penuh canda. 


Tapi aku manusia. Aku punya kesedihan. Aku bisa menangis. 


"Ila, bagaimana kalau kita beli es krim saja?" tawar Gina, teman satu kantor yang pernah kuceritakan segala tentang Dion sebelum tragedi ini terjadi. 


Apa? Es krim? Tidak untuk saat ini. Bahkan dengan menyebutkan kata itu

 saja sudah membuatku mengingatnya.  Aku dan Dion pernah sengaja pergi ke kedai es krim setelah aku pulang bekerja. Aku ingat dulu di sela-sela kaki sedang menikmati es krim kami, Dion berkomentar, "Enaknya masih kuliah sudah bekerja. Jadi bisa meringankan beban orangtua. Bisa traktir juga. Hahaha!"


"Alhamdulillah. Nanti kamu juga bekerja, kok. Pasti." Kataku menyemangati. 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Big Why

Punya "why" dalam hidup itu penting, gw rasa. Sebab ketika lu sudah tahu jawaban dari why yang lu punya, itu berarti lu sudah tahu tujuan lu. Oh, ya, "why" atau "big why" ini adalah oleh-oleh dari sebuah live instagram yang gw lakukan saat memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia tanggal 5 Juni 2023 lalu. Dalam live itu, gw bersama dua narasumber ngobrolin seputar sampah yang kian hari makin mengerikan. Kalau gw simpulkan, kita perlu tahu big why kita ketika hendak melakukan sesuatu.  Meski konteks ini sedang membicarakan sampah, tapi gw rasa bisa ditarik ke dalam ranah kehidupan yang lebih luas. Ini menjadi hentakan spesial buat gw. Selama ini gw kerap memulai melakukan sesuatu, tapi kandas di tengah jalan. Entah gw belum menemukan alasan yang jelas terkait dengan tujuan dari apa yang gw lakuin atau memang mental dan motivasi gw masih lembek, alias masih ogah-ogahan. Omong kosong belakang. Contoh sederhananya, gw kerap ditanya ketika ngobrol random deng...

Kebahagiaan Bertumpu pada Sate Ayam Madura

Perbedaan adalah keniscayaan. Setiap orang punya definisi tentang sesuatu yang berbeda. Contohnya, bagi si A sukses itu bisa bangun di pagi hari tanpa mematikan alarm lagi. Menurut si B, sukses itu ketika dia bisa punya gaji dua digit. Definisi sukses menurut si A dan si B itu tidak salah. Dua-duanya valid menurut pendapat masing-masing. Pada suatu hari, aku bersama lima temanku terlibat dalam sebuah percakapan dengan seorang laki-laki dari generasi boomers. Laki-laki itu mulanya bertanya satu per satu tentang pekerjaan kami. Oh ya, kebetulan aku dan empat temanku (kecuali satunya), belum menikah, kebetulan juga kami masih single. Laki-laki tua itu seolah mengasihani kami. Pertama karena gaji kami belum mentereng (padahal salah satu dari kami itu ada yang sudah punya usaha sendiri dan mampu beli mobil). Kedua, tentu saja karena kami masih single. Status single seolah-olah adalah sebuah petaka bagi si generasi boomers itu. Dan aku rasa, banyak juga generasi boomers berpikir hal yang sam...

Mampir ke Rumah Orang Lain

Barusan, aku mampir melihat kehidupan teman-temanku yang dibagikan lewat sosial media mereka. Banyak yang sudah terbang jauh. Melakukan A, B, C, dan D. Menemukan ini dan itu. Mencapai banyak sekali gemintang di angkasa. Tiba-tiba saja, aku mulai melihat ke dalam diri. Melakukan tindakan dzalim dengan membandingkan diriku dengan mereka. Sebelum pikiran negatif itu menyebar kemana-mana, lajunya segera kuhentikan. Bukankah aku juga melakukan perkembangan? Bukankah aku juga telah menempuh perjalanan panjang? Bukankah aku juga sudah menggapai gemintang? Bukankah aku juga telah menemukan yang hilang?  Tanpa sadar, aku kerap mampir ke rumah orang lain. Lalu pulang dari sana sambil membawa keresahan setelah melihat cerita-cerita mereka yang terbingkai manis di dinding rumah.  Rumahku dan rumah orang lain jelas berbeda. Desainnya tidak sama. Pemilihan material bangunannya pun boleh jadi tidak sama 100%. Lantas kenapa kita kerap sibuk melihat ke rumah orang lainlain yang isi rumah dan k...