Ketika hari terasa sulit dan sempit, serta syukur menjadi pelit, seseorang memutuskan pergi jalan-jalan ke luar dengan tubuh yang dililit rantai. Pertama, ia memerhatikan segala hal yang melekat pada tubuhnya. Lalu, segala hal yang telah berada dalam genggaman. Rantai yang membelitnya perlahan mengendur, meski masih ada rasa sesak.
Setelah itu, ia mulai menyebar pandang pada apa saja yang dilewatinya; supir angkutan yang menyeka peluh, penjual kaki lima, badut jalanan, tukang parkir, pembersih jalanan, hingga pengais sampah.
Rantai yang memeluknya mulai tidak terasa sesak.
Seseorang itu menatap langit dan mulai merasakan seluruh tubuhnya; mata yang bisa melihat, telinga yang bisa mendengar suara, hidung yang bisa mencium aneka aroma, mulut yang bisa berbicara, lidah yang bisa mengecap rasa, otot-otot dan sendi yang bisa bergerak, kulit yang bisa menyentuh dan merasakan ragam rupa, degup jantung berirama, serta hati yang bisa merasa. Semuanya terasa sempurna.
Tubuhnya perlahan terlepas dari jerat rantai.
Seirama dengan hati, bibirnya mulai tersenyum sambil memanjatkan doa; Ya Tuhan, terima kasih. Aku memiliki segalanya.
Bogor, 6 Februari 2023
Komentar
Posting Komentar