Langsung ke konten utama

Menikmati Perjalanan



Belakangan saya menyadari bahwa setiap kita di muka bumi ini telah di tempatkan dalam kendaraan yang berbeda-beda untuk menjalankan hidup. Ada yang di tempatkan di pesawat, mobil, bus, kereta, motor, bahkan becak. Dan tentu saja rute dan next stop nya pun berbeda-beda. 


Ada yang lulus kuliah cepat, tapi tidak langsung dapat pekerjaan. Ada yang belum lulus kuliah, tapi penghasilannya sudah mentereng. Ada yang sudah menikah, tapi tidak langsung dikaruniai anak, tapi di sisi lain Allah menganugerahkan hal-hal baik untuk pasangan tersebut. Ada yang belum mendapatkan pekerjaan setelah lulus kuliah, tapi kemudian ada seseorang yang datang melamar dan mengubah nasibnya. Ada yang langsung mendapatkan pekerjaan, banyak berkarya, tapi belum bertemu dengan jodohnya. Kalau saya tulis semua kondisi-kondisi yang lain, tulisan ini tidak akan kelar-kelar. 😅


Titik akhir dari perjalanan setiap kita adalah kematian. Dan dari semua itu, yang harus digaris bawahi adalah menikmati perjalanannya. Baik cepat atau lambat. Tidak perlu terus menerus menatap perjalanan hidup orang lain dan mengomentarinya. Nikmati saja perjalananmu. Semuanya sudah diatur sedemikian rupa oleh Allah. Sebab, kalau hanya fokus ke destinasinya saja, rasanya kita tidak akan belajar makna dari perjalanan yang dilewati. Yang ada justru malah terlalu banyak mengeluh dan khawatir, serta kerap membandingkan dengan perjalanan orang lain, hingga akhirnya syukur pun sulit terucap. 


Saat ini, ketika menulis tulisan ini, saya sedang duduk bersandar pada kendaraan yang sudah Allah pilih. Menikmati setiap pemandangan yang berlalu di hadapan mata. Mengapresiasi setiap orang yang saya temui dalam perjalanan hidup saya. Siapa pun dia. Sebab saya yakin, tidak ada yang kebetulan. Segala hal yang ditemui, sudah dirancang sedemikian rupa sehingga memiliki makna dan maksud tersendiri dalam kehidupan kita. 


Saya luaskan syukur sambil menanam yakin bahwa Dia adalah sebaik-baik Perencana. Intinya, tetap bergerak dengan ikhlas, pupuk terus afirmasi positif dalam jiwa. Tidak apa-apa jika di perjalanan kita menemukan hal yang tidak enak. Toh, bukankah memang itu yang dinamakan petualangan? 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Big Why

Punya "why" dalam hidup itu penting, gw rasa. Sebab ketika lu sudah tahu jawaban dari why yang lu punya, itu berarti lu sudah tahu tujuan lu. Oh, ya, "why" atau "big why" ini adalah oleh-oleh dari sebuah live instagram yang gw lakukan saat memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia tanggal 5 Juni 2023 lalu. Dalam live itu, gw bersama dua narasumber ngobrolin seputar sampah yang kian hari makin mengerikan. Kalau gw simpulkan, kita perlu tahu big why kita ketika hendak melakukan sesuatu.  Meski konteks ini sedang membicarakan sampah, tapi gw rasa bisa ditarik ke dalam ranah kehidupan yang lebih luas. Ini menjadi hentakan spesial buat gw. Selama ini gw kerap memulai melakukan sesuatu, tapi kandas di tengah jalan. Entah gw belum menemukan alasan yang jelas terkait dengan tujuan dari apa yang gw lakuin atau memang mental dan motivasi gw masih lembek, alias masih ogah-ogahan. Omong kosong belakang. Contoh sederhananya, gw kerap ditanya ketika ngobrol random deng...

Kebahagiaan Bertumpu pada Sate Ayam Madura

Perbedaan adalah keniscayaan. Setiap orang punya definisi tentang sesuatu yang berbeda. Contohnya, bagi si A sukses itu bisa bangun di pagi hari tanpa mematikan alarm lagi. Menurut si B, sukses itu ketika dia bisa punya gaji dua digit. Definisi sukses menurut si A dan si B itu tidak salah. Dua-duanya valid menurut pendapat masing-masing. Pada suatu hari, aku bersama lima temanku terlibat dalam sebuah percakapan dengan seorang laki-laki dari generasi boomers. Laki-laki itu mulanya bertanya satu per satu tentang pekerjaan kami. Oh ya, kebetulan aku dan empat temanku (kecuali satunya), belum menikah, kebetulan juga kami masih single. Laki-laki tua itu seolah mengasihani kami. Pertama karena gaji kami belum mentereng (padahal salah satu dari kami itu ada yang sudah punya usaha sendiri dan mampu beli mobil). Kedua, tentu saja karena kami masih single. Status single seolah-olah adalah sebuah petaka bagi si generasi boomers itu. Dan aku rasa, banyak juga generasi boomers berpikir hal yang sam...

Mampir ke Rumah Orang Lain

Barusan, aku mampir melihat kehidupan teman-temanku yang dibagikan lewat sosial media mereka. Banyak yang sudah terbang jauh. Melakukan A, B, C, dan D. Menemukan ini dan itu. Mencapai banyak sekali gemintang di angkasa. Tiba-tiba saja, aku mulai melihat ke dalam diri. Melakukan tindakan dzalim dengan membandingkan diriku dengan mereka. Sebelum pikiran negatif itu menyebar kemana-mana, lajunya segera kuhentikan. Bukankah aku juga melakukan perkembangan? Bukankah aku juga telah menempuh perjalanan panjang? Bukankah aku juga sudah menggapai gemintang? Bukankah aku juga telah menemukan yang hilang?  Tanpa sadar, aku kerap mampir ke rumah orang lain. Lalu pulang dari sana sambil membawa keresahan setelah melihat cerita-cerita mereka yang terbingkai manis di dinding rumah.  Rumahku dan rumah orang lain jelas berbeda. Desainnya tidak sama. Pemilihan material bangunannya pun boleh jadi tidak sama 100%. Lantas kenapa kita kerap sibuk melihat ke rumah orang lainlain yang isi rumah dan k...