Langsung ke konten utama

Ulasan Buku: Mind Platter – Bejana Pikiran oleh Najwa Zebian


Pertama kali aku mengetahui Najwa Zebian adalah melalui kanal YouTube TED Talks. Sayangnya aku sudah lupa topik pembicaraannya apa. Yang ada di benak justru sosok Najwa ketika berbicara. Ia mengenakan—kalau tidak salah—pakaian hitam dan kerudung merah. Tubuhnya yang ramping berdiri tegak. Wajah khas timur-tengahnya menatap yakin ke arah audiens. Anggun sekali.

Beberapa waktu kemudian aku menemukannya di akun media sosial instagram. Jumlah pengikutnya lumayan banyak. Konten-konten yang diunggahnya banyak disukai orang; kata-kata yang begitu inspiratif jika aku boleh menyimpulkan.

Singkat waktu, aku mengetahui bahwa dia memiliki karya-karya yang dibukukan, salah satunya Mind Platter ini yang telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi Bejana Pikiran. Dan dari buku tersebutlah, tepatnya di bagian Tentang Penulis, aku mengetahui sedikit tentang Najwa. Ia adalah seorang perempuan muslim berkebangsaan Lebanon-Kanada. Di usianya yang ke-16 ia tiba di Kanada dengan perasaan yang tidak tenang dan terapung di tempat yang asing.

Sesuai dengan judulnya, Bejana Pikiran merupakan kumpulan perenungan, isi hati, dan pengalamannya yang Najwa tulis dan dikumpulkannya dalam satu buku. Aku bisa melihat luka-luka, pergolakan batin, hingga bagaimana ia mencintai dirinya lewat rangkaian kata itu. Banyak tulisan di dalamnya bisa dirasakan dan seolah kamu juga mengalami hal yang sama. Tulisan-tulisan Najwa bisa mewakili apa yang kebanyak orang rasakan.

Aku ingin mengutip beberapa baris yang aku sukai, tetapi tidak semua akan kutuliskan di sini:

“Maafkan orang lain dan lupakan bahwa mereka telah membuat kesalahan tertentu, tetapi jangan pernah melupakan pelajaran yang kauambil dari kesalahan yang mereka buat.” Memaafkan dan Melupakan hal. 28

“Ketika orang-orang memaknai kebahagiaan secara berbeda, kesulitan untuk meraihnya juga berbeda……. Namun jika kebahagiaan bermakna memiliki dan mengapresiasi apa yang kaumiliki, menjaga keluarga, menemukan keindahan pada hal-hal kecil, maka mulailah sekarang juga.” Kebahagiaan Ada di Tanganmu hal. 38.

“Tidak semua orang terlahir di lingkungan yang sama dan mereka tidak dilahirkan dengan pikiran yang sama tentang apa yang benar dan apa yang salah. Apa yang kita lihat sebagai kesalahan mungkin hanya persepsi kita bahwa ada sesuatu yang salah. Dalam persepsi mereka, itu mungkin baik-baik saja.” Menginspirasi hal. 94.

“Memberi, bukan untuk menghindari dari rasa sakit, melainkan untuk merasakan kepuasan diri sendiri, untuk kebebasan, bahagia tanpa perlu orang lain memberimu kebahagiaan.” Ambil atau Tinggalkan hal. 120.

Buku ini ditutup dengan tulisan tentang Memilih yang kurasa sebagai penutup, cukup anggun diletakkan oleh Najwa di bagian akhir. Memilih adalah pamungkas dari renungan, isi hati, dan pergolakan batin yang dialami Najwa—dan mungkin juga diri kita. Jika bisa aku simpulkan pada bagian Memilih ini, ianya merupakan bentuk dari keberanian yang anggun nan tangguh. Berikut salah satu baris kalimatnya:  

“Hari ini, aku memilih untuk menjadi indah.” Memilih hal. 209

Buku dengan total halaman xiii + 209 yang diterbitkan oleh Grasindo ini menarik dibaca oleh siapa saja yang sedang bergulat dengan aneka pertanyaan di kepala. Bisa jadi dengan membaca buku ini kamu bisa menemukan jawabannya. Selain itu, terjemahannya pun enak untuk dibaca meskipun ada beberapa tulisan yang harus kubaca berulang untuk memahami maksudnya.

Jadi, sekian ulasan sederhana dariku.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kebahagiaan Bertumpu pada Sate Ayam Madura

Perbedaan adalah keniscayaan. Setiap orang punya definisi tentang sesuatu yang berbeda. Contohnya, bagi si A sukses itu bisa bangun di pagi hari tanpa mematikan alarm lagi. Menurut si B, sukses itu ketika dia bisa punya gaji dua digit. Definisi sukses menurut si A dan si B itu tidak salah. Dua-duanya valid menurut pendapat masing-masing. Pada suatu hari, aku bersama lima temanku terlibat dalam sebuah percakapan dengan seorang laki-laki dari generasi boomers. Laki-laki itu mulanya bertanya satu per satu tentang pekerjaan kami. Oh ya, kebetulan aku dan empat temanku (kecuali satunya), belum menikah, kebetulan juga kami masih single. Laki-laki tua itu seolah mengasihani kami. Pertama karena gaji kami belum mentereng (padahal salah satu dari kami itu ada yang sudah punya usaha sendiri dan mampu beli mobil). Kedua, tentu saja karena kami masih single. Status single seolah-olah adalah sebuah petaka bagi si generasi boomers itu. Dan aku rasa, banyak juga generasi boomers berpikir hal yang sam...

Big Why

Punya "why" dalam hidup itu penting, gw rasa. Sebab ketika lu sudah tahu jawaban dari why yang lu punya, itu berarti lu sudah tahu tujuan lu. Oh, ya, "why" atau "big why" ini adalah oleh-oleh dari sebuah live instagram yang gw lakukan saat memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia tanggal 5 Juni 2023 lalu. Dalam live itu, gw bersama dua narasumber ngobrolin seputar sampah yang kian hari makin mengerikan. Kalau gw simpulkan, kita perlu tahu big why kita ketika hendak melakukan sesuatu.  Meski konteks ini sedang membicarakan sampah, tapi gw rasa bisa ditarik ke dalam ranah kehidupan yang lebih luas. Ini menjadi hentakan spesial buat gw. Selama ini gw kerap memulai melakukan sesuatu, tapi kandas di tengah jalan. Entah gw belum menemukan alasan yang jelas terkait dengan tujuan dari apa yang gw lakuin atau memang mental dan motivasi gw masih lembek, alias masih ogah-ogahan. Omong kosong belakang. Contoh sederhananya, gw kerap ditanya ketika ngobrol random deng...

KOLAK PISANG NAIRA oleh Fitri Nurul Aulia

Waktu sudah menunjukkan pukul enam tiga puluh sore ketika aku dan kelima temanku baru saja keluar dari kantor. Artinya, sekitar tiga puluh menit lagi menuju adzan maghrib untuk berbuka puasa. Sambil berjalan cepat, sesekali aku melirik jam tangan hitam yang melingkar di pergelangan tangan kiriku. “Sepertinya kita akan buka di jalan nih.” Kataku pada teman-teman. “Iya juga ya,” kata Raihan, salah satu temanku. Kami berhenti di sebuah taman kota, kemudian kami duduk di sebuah bangku kayu panjang. Aku sapu pandanganku mencari santapan untuk berbuka. Aku menyeringai senang, “Di sana ada bazar ramadhan tuh! Bagaimana kalau aku kesana?” Aku menatap sebuah tenda putih memanjang di seberang jalan. Teman-teman mengiyakan tawaranku. Aku segera melesat menuju bazar ramadhan di seberang jalan sana. Ketika sampai, aku celingak-celinguk, semua makanan sudah habis terjual. Sedikit kecewa. Aku putar pandanganku menatap teman-teman yang sedang menunggu di seberang jalan sana, berharap aku kembali ...