Aku bertanya-tanya mengapa hujan tiba-tiba saja turun di bulan Juni. Sewaktu duduk di sekolah dasar dulu, aku pernah menghapal mengenai periode waktu dua musim, yaitu hujan dan kemarau. Dari bulan April hingga Oktober adalah musim kemarau, dan Oktober ke April adalah musim hujan.
Kalau merujuk ke hal yang kuhafal dari buku, jelas hujan bulan Juni memberi isyarat bahwa Bumi sedang aneh. Bumi sedang tidak baik-baik saja. Perubahan iklim jelas sedang terjadi. Setidaknya begitu kesimpulanku. Mungkin kamu juga setuju.
Sebenarnya aku menyukai hujan. Hanya saja aku memilih untuk tetap berlindung agar tidak kebasahan. Pasalnya kalau aku main hujan, apa kabar dengan barang-barang elektronik yang sedang kubawa?
Sore ini adalah hujan kesekian di bulan Juni. Bersamaan dengan mendung yang yang diikuti dengan guyuran hujan, perasaanku berubah. Aku merindukan banyak hal.
Perlahan-lahan aku mulai menghadirkan wajah-wajah yang dulu sering kuhabiskan waktu bersama, entah secara virtual atau nyata. Wajah-wajah yang ada di benakku itu perlahan menghilang. Mood-ku menjadi semakin tidak baik seiring hujan di luar sana kian menderas.
Aku menghela napas, mengatur emosi, lalu menyadari bahwa hari "perpisahan" pasti terjadi. Dulu juga pernah kualami ketika baru pulang dari workshop menulis di Yogyakarta. Setelah pulang dari sana dan mendapatkan banyak teman baru, rasanya setiap hari kami mengobrol di grup whatsapp. Namun, seiring berjalannya waktu, keadaan itu menjadi dinamis. Perlahan, tetapi pasti akhirnya grup itu menjadi sepi.
Pikiranku kembali terlempar ke masa kini. Rindu turun di hati serupa hujan di bulan Juni. "Ah, seharusnya kamu sudah tahu bahwa perpisahan akan selalu ada. Entah itu karena jarak dan waktu, atau prioritas yang berbeda dari setiap orang. Orang-orang dalam kehidupanmu menjalankan kehidupannya dengan ragam lika-liku di dalamnya." Begitu hiburku. Berusaha untuk menerima keadaan. Meskipun aku tahu bahwa hatiku masih terluka dipukul rindu. Namun di sisi lain, aku juga tidak bisa menuntut dan menyalahkan keadaan.
Benar kata Pidi Baiq yang perkataannya itu diucapkan lewat tokoh Dilan, rindu itu berat.
Perlahan kukatupkan mata, membayangkan wajahmu, wajah dia, wajah kalian, dan wajah mereka, seraya berdoa semoga kamu, dia, kalian, dan mereka selalu dalam peluk sayang Allah.
Hai, kamu... aku rindu. Itu saja.
Komentar
Posting Komentar