Pada suatu waktu, setelah membaca beberapa lembar buku yang sudah lama teronggok di antara tumpukan buku yang menunggu antrean baca, aku terlempar ke dalam diam. Aku duduk termangu menghadap tembok kamar yang bisu.
Tiba-tiba saja aku melihat diriku yang lain, tepat di hadapanku. Seperti ada cermin ukuran besar yang muncul begitu saja. Semakin diperhatikan, semakin terlihat begitu banyak luka lebam di seluruh tubuhku yang malang.
Pada setiap luka itu terdapat rekaman memori tentang dari mana luka itu berasal. Perasaanku menjadi tidak enak. Aku bisa merasakan luka-luka itu. Dari marah, kecewa, patah, gagal, duka.
Kuperhatikan satu per satu sambil merasakan ketidaknyamanannya dalam dada. Rupanya telah lama kuabaikan mereka. Lupa untuk menyembuhkan hingga semua luka itu membusuk. Mungkin indra penciumanku sudah kebal hingga aroma tidak sedap dari lukaku tak mampu terendus.
Bayangan berseliweran di atas kepala menampilkan potongan kisah yang menyebabkan aku terluka. Seumpama pemutaran video dokumenter yang meski sakit, tetapi tetap harus kau tonton.
Pada suatu waktu itu, setelah puas bercermin, aku menemukan diriku yang lain, diri yang mau berdamai, diri yang memiliki kekuatan untuk mau menerima, diri yang mau merawat luka-luka hingga satu per satu semua luka itu sembuh, diri yang mau berjalan kembali untuk menemukan.
Komentar
Posting Komentar