Langsung ke konten utama

Patah - Nice to Meet You - Episode 6

 


Bertukar nomor handphone dengan orang asing mungkin terdengar konyol. Seharusnya itu tidak dilakukan. Namun saat itu, tidak ada gelagat mencurigakan. Jika hewan punya insting, manusia punya firasat. Dan firasatku baik terhadap Dion.

"Aku sedang PKL di sini dari salah satu universitas di Lampung."

Dulu, aku tidak bertanya nama universitas tempat dia kuliah. Seiring berjalannya waktu, akhirnya kuketahui juga.

Jadi begini kira-kira percakapannya sebelum adegan tukar nomor handphone itu terjadi.

"Saudara saya ada yang hendak kuliah di sini. Apakah kamu tahu universitas mana yang cocok? Tepatnya yang ada jurusan Bahasa Inggrisnya."

"Sastra atau Pendidikan? kebetulan aku juga dari jurusan Bahasa Inggris. Lebih tepatnya Sastra Inggris." Jelasku.

"Boleh saya tanya-tanya, Mbak soal universitas itu? Bisa minta nomor handphonenya?" Katanya lagi.

"Oh, boleh." jawabku cepat. Tanpa berpikir panjang. Entah setan mana yang sudah memengaruhi sehingga aku tampak menjadi wanita gampangan.

Tak lama, Dion pun turun. Kosannya rupanya masih satu kawasan dengan tempat ia PKL. Di sebuah kantor yang berkaitan dengan perikanan.

Malam itu, Dion baru saja pulang dari mal yang lokasinya dekat tempat bekerjaku. Dekat perkampungan Arab. Aku masih ingat pakaian yang ia kenakan. Baju koko berwarna biru muda dan bawahan celana panjang warna cokelat. Ia membawa ransel hitam. Dion baru saja membeli buku di mal itu.

Baru aku sadari sekarang. Jelas dia tahu angkot mana yang harus dinaiki untuk pulang ke kosannya. Kalau tidak, bagaimana mungkin dia bisa sampai ke mal itu? Pertanyaan pertama yang dulu dia lontarkan di dalam angkot, rupanya hanya sebuah basa-basi belaka agar bisa mendapatkan teman baru. Dan aku tidak mempermasalahkan itu. Punya banyak teman bukankah hal yang bagus?

Satu SMS kuterima. Mudah sekali ditebak bahwa itu dari Dion. Dalam pesan singkat itu, ia menyebutkan nama lengkapnya. Lalu, aku membalas dengan kata-kata yang kemudian aku sesali. Sebab, Dion selalu mengolok-olok karena balasanku itu.

Nice name. 😁 Nama asli saya Ila Ramadani. Nice to meet you

Bodoh! Seharusnya tak perlu aku sok-sokan memuji seorang lelaki yang baru dikenal seperti itu.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Big Why

Punya "why" dalam hidup itu penting, gw rasa. Sebab ketika lu sudah tahu jawaban dari why yang lu punya, itu berarti lu sudah tahu tujuan lu. Oh, ya, "why" atau "big why" ini adalah oleh-oleh dari sebuah live instagram yang gw lakukan saat memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia tanggal 5 Juni 2023 lalu. Dalam live itu, gw bersama dua narasumber ngobrolin seputar sampah yang kian hari makin mengerikan. Kalau gw simpulkan, kita perlu tahu big why kita ketika hendak melakukan sesuatu.  Meski konteks ini sedang membicarakan sampah, tapi gw rasa bisa ditarik ke dalam ranah kehidupan yang lebih luas. Ini menjadi hentakan spesial buat gw. Selama ini gw kerap memulai melakukan sesuatu, tapi kandas di tengah jalan. Entah gw belum menemukan alasan yang jelas terkait dengan tujuan dari apa yang gw lakuin atau memang mental dan motivasi gw masih lembek, alias masih ogah-ogahan. Omong kosong belakang. Contoh sederhananya, gw kerap ditanya ketika ngobrol random deng...

Kebahagiaan Bertumpu pada Sate Ayam Madura

Perbedaan adalah keniscayaan. Setiap orang punya definisi tentang sesuatu yang berbeda. Contohnya, bagi si A sukses itu bisa bangun di pagi hari tanpa mematikan alarm lagi. Menurut si B, sukses itu ketika dia bisa punya gaji dua digit. Definisi sukses menurut si A dan si B itu tidak salah. Dua-duanya valid menurut pendapat masing-masing. Pada suatu hari, aku bersama lima temanku terlibat dalam sebuah percakapan dengan seorang laki-laki dari generasi boomers. Laki-laki itu mulanya bertanya satu per satu tentang pekerjaan kami. Oh ya, kebetulan aku dan empat temanku (kecuali satunya), belum menikah, kebetulan juga kami masih single. Laki-laki tua itu seolah mengasihani kami. Pertama karena gaji kami belum mentereng (padahal salah satu dari kami itu ada yang sudah punya usaha sendiri dan mampu beli mobil). Kedua, tentu saja karena kami masih single. Status single seolah-olah adalah sebuah petaka bagi si generasi boomers itu. Dan aku rasa, banyak juga generasi boomers berpikir hal yang sam...

SYAHADAT CINTA DI UJUNG SENJA oleh Fitri Nurul Aulia

Detak jarum jam yang terus melangkah menggema ke seluruh ruangan bercat putih. Jam sudah menunjukkan pukul sebelas kurang lima belas menit. Seorang Gadis masih sibuk membenahi sebuah toko busana muslimah milik bibinya yang terletak di jalan Istiklal Street , daerah Taksim, Istanbul. Setelah selesai berbenah, Gadis berparas timur tengah itu bergegas meraih mantel berwarna coklatnya, yang tak jauh dari meja kasir tempat yang ia duduki sekarang. Tak lupa, ia juga melingkarkan syal tebal berwarna putih di lehernya yang senada dengan warna hijabnya. Maklum, di luar sana, salju di bulan Desember sedang turun dengan derasnya—hingga kota bak di selimuti dengan mantel putih nan bersih namun beraura kaku. Gadis itu tak akan rela jika tubuhnya diselimuti rasa dingin yang menusuk tulang dan membekukan persendian. Setelah menggembok rapi pintu pagar toko, segera ia melesat meniggalkan toko menuju apartemen yang ditinggalinya bersama paman dan bibinya. Turunnya salju yang disertai hembusan an...