Langsung ke konten utama

THE DREAM COME TRUE Imagine how if I meet my idol

Fitri Nurul Aulia
0411 14 039



Last Sunday was my beautiful day ever. Until today, I am still cannot believe ti. I think, it is just a dream.
            A week ago, I won a quiz from Star Magazine. Whoever won the quiz, would be invited to Harris J’s home. I was the only one who won that quiz. It was out of my logic. But everyone knew it was true.
            On Sunday, at 1 PM,  I got prepared myself. I wore my the best dress with a suitable hijab that I had. The dress was my birthday present which was given by my mother. Moreover, it had blue color. My favorite color. I also wore my the best shoes which was fit in to my dress. I wanted to be perfect in front of my idol. At 2 PM, a car came to my home. It a silver BMW. And I knew that the crews of Star Magazine came to pick me up. The crews took me to Star Magazine’s office first. After that, we finally drove to Harris’s home.
            I was really excite. I was still considered that it was only my dream when I sleep. On the way to Harris’s home,  I imagined everything when I would had arrive in Harris’s home. I would probably get nervous, felt ashamed, happy, or anything. But, I must be cool.
            The journey took about one hour. Finally we arrived.
            Harris’s house was so big. So beautiful. It had a classic style with cream color. I said to my self, “It is Harris’s house. His home. I finally here!”
            All crews were laughing when I said that.
            When the gate opened, my heart’s beat went so fast. I saw my idol was standing in front of the door’s house. I couldn’t stop smiling.
            His look was just so perfect. He was a prince in my eyes. He wore a gray hood, a white t-shirt, and a red jacket. He also wore red sneakers. So simple , but he looked perfect. Especially for me.
            When I got off from the car, Harris smiled at me. He was a humble boy. He was greeting me with Assalamu’alaikum when I was still feel awkward. So I replied, “Wa’alaikum salam.”
            Then he asked my feeling and condition. Of course I was in a good mood. It was my big day to meet him. Harris welcomed me and the crews. He asked us to come in to his house.
            We had some chats. Talking about anything. After we had dinner, we took some pictures. The pictures would be my the best moment in my life. I asked Harris to give his signature on his album that I had bought in a music store.
            For me, meeting my idol is more than enough. But God gave me more; coming to Harris’s house, having a dinner with him, taking some pictures with him, and getting his signature. Before I with all crews left Harris’s home, suddenly one of them asked us to stay three or five minutes.
            “I am going to announce something.” He look at us.
            I saw Harris kept smiling and I did not know why. He looked at me. I gave my curious face to him.
            “Fitri, the present is not only visiting Harris’s home. But you also won the ticket concert of Harris J in London!”
            I thought my heart’s beat had stopped. I could not say something. I was a stone. When I heard that amazing statement, it was just like the best bomb blast in my heart. I was really happy. Really happy.
            When I wrote this marvelous experience, I just had finished preparing myself to come to Harris’s concert. Once again, I pinched my cheecks, I realized it was true. I had no words except my biggest praise for Allah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kebahagiaan Bertumpu pada Sate Ayam Madura

Perbedaan adalah keniscayaan. Setiap orang punya definisi tentang sesuatu yang berbeda. Contohnya, bagi si A sukses itu bisa bangun di pagi hari tanpa mematikan alarm lagi. Menurut si B, sukses itu ketika dia bisa punya gaji dua digit. Definisi sukses menurut si A dan si B itu tidak salah. Dua-duanya valid menurut pendapat masing-masing. Pada suatu hari, aku bersama lima temanku terlibat dalam sebuah percakapan dengan seorang laki-laki dari generasi boomers. Laki-laki itu mulanya bertanya satu per satu tentang pekerjaan kami. Oh ya, kebetulan aku dan empat temanku (kecuali satunya), belum menikah, kebetulan juga kami masih single. Laki-laki tua itu seolah mengasihani kami. Pertama karena gaji kami belum mentereng (padahal salah satu dari kami itu ada yang sudah punya usaha sendiri dan mampu beli mobil). Kedua, tentu saja karena kami masih single. Status single seolah-olah adalah sebuah petaka bagi si generasi boomers itu. Dan aku rasa, banyak juga generasi boomers berpikir hal yang sam...

Big Why

Punya "why" dalam hidup itu penting, gw rasa. Sebab ketika lu sudah tahu jawaban dari why yang lu punya, itu berarti lu sudah tahu tujuan lu. Oh, ya, "why" atau "big why" ini adalah oleh-oleh dari sebuah live instagram yang gw lakukan saat memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia tanggal 5 Juni 2023 lalu. Dalam live itu, gw bersama dua narasumber ngobrolin seputar sampah yang kian hari makin mengerikan. Kalau gw simpulkan, kita perlu tahu big why kita ketika hendak melakukan sesuatu.  Meski konteks ini sedang membicarakan sampah, tapi gw rasa bisa ditarik ke dalam ranah kehidupan yang lebih luas. Ini menjadi hentakan spesial buat gw. Selama ini gw kerap memulai melakukan sesuatu, tapi kandas di tengah jalan. Entah gw belum menemukan alasan yang jelas terkait dengan tujuan dari apa yang gw lakuin atau memang mental dan motivasi gw masih lembek, alias masih ogah-ogahan. Omong kosong belakang. Contoh sederhananya, gw kerap ditanya ketika ngobrol random deng...

KOLAK PISANG NAIRA oleh Fitri Nurul Aulia

Waktu sudah menunjukkan pukul enam tiga puluh sore ketika aku dan kelima temanku baru saja keluar dari kantor. Artinya, sekitar tiga puluh menit lagi menuju adzan maghrib untuk berbuka puasa. Sambil berjalan cepat, sesekali aku melirik jam tangan hitam yang melingkar di pergelangan tangan kiriku. “Sepertinya kita akan buka di jalan nih.” Kataku pada teman-teman. “Iya juga ya,” kata Raihan, salah satu temanku. Kami berhenti di sebuah taman kota, kemudian kami duduk di sebuah bangku kayu panjang. Aku sapu pandanganku mencari santapan untuk berbuka. Aku menyeringai senang, “Di sana ada bazar ramadhan tuh! Bagaimana kalau aku kesana?” Aku menatap sebuah tenda putih memanjang di seberang jalan. Teman-teman mengiyakan tawaranku. Aku segera melesat menuju bazar ramadhan di seberang jalan sana. Ketika sampai, aku celingak-celinguk, semua makanan sudah habis terjual. Sedikit kecewa. Aku putar pandanganku menatap teman-teman yang sedang menunggu di seberang jalan sana, berharap aku kembali ...